oleh : Faudzan Farhana
A. Substansi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
ICCPR merupakan perjanjian internasional yang teksnya dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1966. ICCPR mulai berlaku tahun 1976 setelah 35 negara meratifikasi. Perlu dicatat, ICCPR hanya berlaku bagi negara-negara yang telah meratifikasi.Substansi yang diatur dalam ICCPR intinya adalah penghormatan atas HAM yang terkait dengan hak – hak sipil dan politik dan mewajibkan kepada negara peserta untuk mentransformasikan ke dalam hukum nasional.
ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur represif negara yang menjadi negara-negara pihak (state parties) ICCPR. Makanya hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hak – hak negatif (negative rights). Artinya, hak – hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. Tetapi apabila negara berperan intervensionis, tak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar oleh negara.
Inilah yang membedakannya dengan model legislasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (biasanya disingkat ICESCR) yang justru menuntut peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran yang minus. ICESCR karena itu sering juga disebut sebagai hak – hak positif (positive rights).
Ada dua klasifikasi terhadap hak-hak dan kebebasan dasar yang tercantum dalam ICCPR. Klasifikasi pertama adalah hak-hak dalam jenis non-derogable, yaitu hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Hak-hak yang termasuk ke dalam jenis ini adalah :
1. hak atas hidup (rights to life).
2. hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture).
3. hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery).
4. hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang).
5. hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; (vi) hak sebagai subjek hukum.
6. hak atas kebebasan berpikir, kenyakinan dan agama.
Negara-negara Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of human rights).
Kelompok kedua adalah hak-hak dalam jenis derogable, yakni hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini adalah :
1. hak atas kebebasan berkumpul secara damai.
2. hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh.
3. hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tulisan).
Klasifikasi hak – hak di atas secara umum telah menggambarkan substansi dasar yang terdapat di dalam ICCPR. Namun, penulis akan mencoba menjabarkan isi bab per bab dalam konvensi ini, yaitu :
1. Bab I
Terdiri dari satu pasal, yaitu pasal 1 yang terdiri dari tiga ayat yang berisi jaminan dasar akan hak setiap orang dalam menentukan nasibnya sendiri dan bahwa setiap negara pihak dalam konvensi ini berkewajiban untuk menghormati dan membantu merealisasikan hak menentukan nasib sendiri (the right of self – determination) tersebut.
2.Bab II
Terdiri dari empat pasal, yakni pasal 2, 3, 4, dan 5. Dalam Pasal 2 bab ini diatur lebih lanjut mengenai kewajiban para negara pihak untuk menghormati dan menjamin hak – hak bagi tiap individu dalam yurisdiksinya tanpa ada pembedaan berdasarkan SARA, status politik, dan sebagainya. Bahwa negara pihak juga harus menyediakan sarana dan prasarana hukum yang mendukung dibentuknya suatu lembaga yang dapat menjamin berlakunya konvensi ini di negara yang bersangkutan. Pasal 4 bab ini juga menegaskan mengenai hak – hak individu yang tidak boleh dikurangi (non-derogable rights) oleh negara dalam kondisi apapun dan setiap negara pihak harus saling mengawasi dalam menjalankan usaha penjaminan hak – hak yang tidak boleh dikurangi ini. Selain itu, pasal 5 menekankan bahwa setiap pasal dalam konvensi ini tidak boleh diartikan untuk melegalkan setiap kegiatan yang dilakukan baik oleh individu maupun kelompok tertentu yang justru dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak – hak yang telah dengan jelas dijamin dalam konvensi ini.
3. Bab III
Terdiri dari dua puluh satu pasal, mulai dari pasal 6 hingga pasal 27 yang secara spesifik menyebutkan hak – hak dasar apa saja, yang menyangkut sipil dan politik, yang dijamin dalam konvensi ini, antara lain : hak untuk hidup (Pasal 6), hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan kejam (Pasal 7), hak untuk tidak diperbudak (Pasal 8), hak untuk merdeka dan nerasa aman (Pasal 9), hak untuk mendapatkan perlakuan yang layak selama dalam masa penahanan (Pasal 10), hak untuk tidak ditahan bila tidak mampu memenuhi kewajiban dalam kontrak (Pasal 11), hak untuk bebas bergerak dan memilih tempat tinggal (Pasal 12), hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dimuka hukum dan pengadilan (Pasal 14), hak untuk diperlakukan sebagai subjek hukum dimanapun (Pasal 16), hak untuk terhindar dari intervensi atas segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (Pasal 17), hak atas kebebasan berpikir, menggunakan hati nurani, dan memilih agama (Pasal 18), hak untuk mengemukakan pendapat tanpa intervensi dari orang lain (Pasal 19), hak atas suatu majelis yang damai (Pasal 21), hak atas kebebasan berserikat (Pasal 22), hak untuk menikah dan membentuk keluarga (Pasal 23), hak perlindungan atas anak (Pasal 24), hak warga negara (Pasal 25), hak kaum minoritas (Pasal 27).
4. Bab IV
Terdiri dari delapan belas pasal, mulai dari pasal 28 hingga 45 yang mengatur tentang pembentukan Komite HAM dan segala peraturan teknis tentang Komite HAM tersebut.
5. Bab V
Terdiri dari dua pasal, yakni pasal 46 dan 47 yang mengatur tentang penginterpretasian konvensi, dimana konvensi ini tidak boleh diinterpretasikan untuk melemahkan aturan – aturan yang terdapat dalam Piagam PBB atau aturan – aturan sejenis dan tidak boleh diinterpretasikan untuk melanggar hak – hak dasar yang dimiliki oleh tiap individu.
6. Bab VI
Terdiri dari enam pasal, mulai dari Pasal 48 hingga 53 yang mengatur tentang tata cara pemberlakuan konvensi ini bagi para negara pihak, mencakup cara – cara mengikatkan diri dan mulai berlakunya.
B. Perkembangan Pelaksanaan ICCPR dalam Lingkup Internasional
Berbicara mengenai perkembangan, maka tidak akan terlepas dari apa yang telah dicatatkan dalam sejarah. Sesuatu baru akan dapat dikatakan berkembang, ketika ia terus menerus mengalami mengalami perubahan – perubahan yang positif dalam catatan sejarahnya. Perubahan – perubahan tersebut juga dialami oleh konvensi ini sejak awal sebelum dirumuskannya hingga saat ini ketika hampir seluruh negara di dunia meratifikasinya.
Menurut catatan sejarah , konsepsi ICCPR ini merupakan generasi pertama dalam sejarah perkembangan HAM. Generasi pertama yang bertemakan hak sipil politik ini muncul pada abad 17 hingga 18 melalui teori-teori kaum reformis yang berkaitan erat dengan revolusi-revolusi di Inggris, Amerika dan Perancis. Dimulai dengan filosofi politik tentang kebebasan individu dan hubungan ekonomi serta doktrin sosial “laissez-faire” (sebuah doktrin yang menentang campurtangan pemerintah dalam masalah ekonomi selain kepentingan untuk memperbaiki perdamaian dan hak kepemilikan). Generasi pertama ini lebih menempatkan hak asasi manusia dalam terminologi negatif (freedoms from) daripada sesuatu yang positif (rights to).
Kepemilikan bagi generasi pertama ini adalah hak-hak sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 -21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang mana termasuk didalamnya adalah bebas dari diskriminasi gender, ras, dan bentuk-bentuk diskriminasi lainya hak untuk hidup, bebas dan merasa aman; bebas dari perbudakan atau perbudakan tanpa disengaja, bebas dari penyiksaan dan kekejaman yang tidak manusiawi; penangkapan dan pengasingan yang sewenang-wenang, hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil; bebas dari campurtangan dalam hal-hal pribadi; bebas untuk berpindah dan menetap; hak untuk mendapatkan perlakuan yang layak pasca penyiksaan, bebas untuk berpikir, berpendapat dan beragama; kebebasan untuk beropini dan berekspresi; kebebasan untuk mendapatkan ketenangan dan berserikat; dan hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan secara langsung atau melalui pemilihan yang bebas. Juga didalamnya adalah hak untuk memiliki kekayaan hak milik. Hak – hak dasar inilah yang diperjuangkan pada saat revolusi Amerika dan Perancis dan yang mengilhami kebangkitan kapitalisme.
Namun akan salah bila hak-hak tersebut dan hak generasi pertama lainnya dipandang sebagaiide “negatif” semata seperti dipertentangkan dengan hak “positif.” Hak merasa aman, untuk mendapatkan pengadilan yang adil, untuk mendapatkan suaka atau perlindungan karena penyiksaan dan pemilihan yang bebas, sebagai contoh, tidak bisa diwujudkan tanpa tindakan nyata dari pemerintah. Konsep generasi pertama ini adalah harapan kebebasan, sebuah perlindungan yang melindungi seseorang, baik secara individu maupun dalam sebuah perserikatan dengan lainnya terhadap penyalahgunaan otoritas politik. Inilah pokok pikirannya. Yang ditonjolkan oleh konstitusi di hampir semua negara di dunia dan diadopsi oleh mayoritas kovenan dan deklarasi internasional sejak PD II, merupakan konsep dasar liberal barat tentang hak asasi manusia yang kadang-kadang dibuat dengan mengetengahkan suatu kejayaan individualisme ala Thomas Hobe dan John Locke.
Saat ini ICCPR telah diratifikasi oleh 142 negara. Itu artinya tidak kurang dari 95% negara – negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjumlah 159 negara itu telah menjadi negara pihak (State Parties) dari konvensi tersebut. Ditinjau dari segi tingkat ratifikasi, maka dapat dikatakan kovenan ini memiliki tingkat universalitas yang sangat tinggi bila dibanding dengan perjanjian internasional hak asasi manusia lainnya. Tidak salah apabila kemungkinan kovenan ini dimasukkan menjadi bagian dari International Bill of Human Rights.
Sejak ICCPR pertama kali dirumuskan pada tahun 1966 dan mulai berlaku pada tahun 1976. Hingga saat ini, pelaksanaan ICCPR sudah hampir diterima secara umum oleh negara – negara dalam dunia internasional. Meskipun pada tahun 2009 terdapat 54 negara yang telah mengeluarkan deklarasi untuk menyatakan tidak terikat pada Pasal 1 dalam konvensi ini , akan tetapi hal tersebut tidak menghalangi berlakunya konvensi tersebut dalam dunia hukum internasional. Bahkan, hampir seluruh perjanjian internasional yang dibuat setelah adanya konvensi ini maupun putusan – putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh berbagai bentuk peradilan internasional telah menjadikan konvensi ini sebagai dasar pengambilan kebijakan dan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Makalah Hukum dan HAM (Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya sebagai Bagian Integral dari Segi Hak Asasi Manusia, www.google.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 pada pukul 15.24 WITA
Fernaubun, Petrus /Victor Mambor. 30 Maret 2009. Generasi Hak Asasi Manusia (Generasi HAM), www.pmkuncen.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 pada pukul 15.06 WITA
Judhariksawan, Dr. S.H., M.H. 17 Februari 2010. Bahan Ajar Mata Kuliah HAM Internasional.Unhas : Makassar
Juwana, Hikmahanto. 8 Juni 2005. Konsekuensi Ratifikasi ICCPR, www.unisosdem.org, diakses pada tanggal 29 Maret 2010 pada pukul 20.37 WITA
Kasim, Ifdhal. S.H. 2005. Konvensi Hak-Hak Sipil Dan Politik,Sebuah Pengantar, www.google.com, pada tanggal 29 Maret 2010, pukul 20.10 WITA
Manuputy, Prof. Dr. Alma, S.H., M.H. 3 Maret 2010. Bahan Ajar Mata Kuliah HAM Internasional. Unhas : Makassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar